Kaum muslimin yang dirahmati Allah. Sebagai seorang thalibul ilmi
(penuntut ilmu), hendaklah kita terus menyibukkan diri dan menghiasi
waktu luang dengan hal-hal yang bisa memberi kemaslahatn, paling tidak
untuk diri sendiri. Senantiasalah untuk menambah ilmu baik itu yang
bersifat duniawi maupun yang agamawi, selama ilmu yang ditempuh itu
adalah hal yang baik. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewasiatkan: “Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan untuk menimba ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju surga”
(Abu Daud, dengan derajat hasan lighairi), dan barangsiapa yang
memiliki ilmu, maka Allah pasti akan memuliakan orang itu, sebagaimana
firman-Nya: “Allah mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat” (Al Mujadalah 11).
Alhamdulillah, banyak saudara-saudaraku seiman dan seagama yang telah
menjadi seorang hamba yang tulus ikhlas menuntut ilmu agama yang
diridhoi ini. Namun begitu, bukan berarti terbebas dari persoalan.
Ternyata banyak di antara mereka yang terjebak dosa, entah itu
disadarinya atau tidak. Dosa yang telah diperbuat adalah dosa lisan.
Para thalibul ilmi hendaklah lebih mahir dalam menjaga kata-katanya
untuk tidak mudah mencela saudaranya sesama muslim hanya dikarenakan
berbeda keyakinan (pemahaman). Ironisnya, justru mereka menganggap bahwa
celaan yang mereka tujukan itu meupakan upaya penglurusan akidah dan
bagian dari amar ma’ruf. Saya berdo’a semoga Allah membimbing kita
dengan hidayah-Nya dan memberi kekuatan kepada kita semua supaya lebih
bisa bersabar dari mencela orang. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau diam” (Bukhari, hadist no. 6475).
Imam Nawawi dalam syarah hadist Arba’in menjelaskan tentang hadist di atas dimana beliau menukil perkataan Imam Syafi’i: “Maksudnya
jika hendak berbicara, maka hendaklah ia berfikir dahulu, jika
bicaranya tidak akan menimbulkan mudarat, hendaklah ia bicara. Namun
jika bicaranya akan mendatangkan kemudaratan, hendaklah ia diam saja.”
Imam Ibnu Hibban pun berkata: “Orang yang berakal budi wajib hukumnya untuk lebih banyak diam, kecuali dia yakin bahwa dia memang harus bicara.” (Raudhatul Uqala wa Nuzhatul; Fudhala, hal. 45)
Ibnu Hajar menukil perkataan Yunus bin Ubaid, beliau berkata: “Tidaklah
aku menyaksikan orang yang selalu memperhatikan lisannya melainkan aku
dapati dia sebagai orang baik dalam setiap amal perbuatannya” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 2/147).
Setiap muslim dianjurkan untuk selalu berhusnudzan kepada saudaranya.
Alangkah bagusnya perkataan Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al Jarami, “Apabila
kamu mendengar berita yang tidak kamu sukai dari saudaramu, maka
carilah udzur untuknya semampumu. Jika kamu tidak mendapatkan udzur
untuknya, katakan pada dirimu bahwa mungkin saudaraku itu memiliki
alasan yang tidak aku ketahui” (Al Hilyah 2/285).
Maka dari perkataan-perkataan para pendahulu kita yang alim –semoga
mereka dirahmati Allah- sudah jelas bahwasanya kita diwanti-wanti untuk
tidak sembarangan berbicara. Berusahalah untuk menahan lidah dari
kata-kata yang kurang berguna dan tetaplah menggali ilmu dengan para
ahli ilmu tanpa membatasi apakah sang da’i itu berasal dari satu
kelompoknya atau bukan. Ibnu Abdul Barr meriwatkan dari Ibnu Abbas,
Malik bin Dinar dan abi Hazim, “Ambillah ilmu dimanapun anda
mendapatinya, dan janganlah anda menerima pendapat fuqaha yang saling
membantah satu sama lain, mereka saling cemburu seperti kambing hutan
saat berada di kandangnya” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi). Adapun jika kita
mendapati ada yang salah dalam dakwah sang da’i, maka hendaknya kita
bisa pintar untuk menyaring mana yang salah dan yang benar. Tentunya
tidak semua perkataan sang juru dakwah tersebut kita terima
mentah-mentah, kita wajib bertabayun (mencari kejelasan kebenaran).
Bukankah Allah telah berfirman: “Apabila ada orang fasik membawa berita kepadamu, maka telitilah perkataanya” (Al Hujurat 6). Imam Malik juga pernah menasehatkan, “Semua orang perkataannya boleh diambil dan ditolak kecuali Nabi SAW.”
Akhirnya, semoga tulisan ini memberi pencerahan terhadap
saudara-saudaraku sekalian. Semoga Allah mempererat ukhuwah islamiyah
kita dan seomoga kita bisa bersatu dan berkumpul di dalam Jannah-Nya
yang luar biasa indah. Hanya kepada-Nyalah aku memohon ampunan.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar